Sukses digelar pada perhelatan Computex 2015 lalu, NVIDIA akhirnya memboyong pertunjukan virtual reality mereka ke wilayah Asia Tenggara, tepatnya di Singapura. Selesai menikmati materi NVIDIA Designworks di sesi pagi, pada sesi sore NVIDIA mengajak kami bersenang-senang di dunia virtual reality bersama perangkat VR teranyar saat ini. Tentu saja kesempatan emas seperti ini tidak dapat kami lewatkan begitu saja. Terlebih kali ini kami diajak untuk menggunakan perangkat VR Oculus Rift CB1 dan HTC Vive dimana keduanya belum pernah kami “cicipi” sebelumnya. Cukup disayangkan kami tidak diijinkan untuk memotret konten virtual reality yang ditampilkan sehingga kami hanya dapat bercerita melalui kata-kata.
Pertama-tama kami mencoba perangkat VR HTC Vive. Perangkat ini terdiri dari komponen goggle dengan komponen layar resolusi 1200 x 1080 piksel untuk satu mata manusia dan dua joystick untuk berinteraksi dengan objek di dunia virtual. Sebuah perangkat VR membutuhkan tingkat frame rate minimum sebesar 90 fps. Oleh karena itu untuk memastikan kami mendapatkan pengalaman maksimal, NVIDIA menggunakan GeForce GTX TITAN X di setiap PC desktop yang mendemokan virtual reality.

Ruangan ini menjadi tempat kami menikmati dunia virtual reality dengan HTC Vive. Dengan berjalan mengitari ruangan dan juga menggunakan joystick kami dapat beriteraksi dengan dunia vitual reality
Pada perangkat HTC Vive kami ditampilkan tiga buah demo. Demo pertama dengan julukan “TheBlu: Encounter” ternyata sukses membuat kami terpana. Kami berdiri di atas sebuah kapal yang telah lama tenggelam di dalam laut. Kami dapat melihat sekaligus berjalan untuk menjelajahi keindahan dunia bawah laut berikut aktivitas penghuninya. Bahkan berkat perangkat joystick, kami dapat beriteraksi dengan ikan-ikan yang dengan sibuk lewat disekitar kami. Demo ini ditutup dengan munculnya ikan paus berukuran raksasa dimana kami berusaha menyentuhnya dan baru tersadar hal tersebut tidak dapat dilakukan mengingat kami sedang tidak berada di dunia nyata.
Untuk demo kedua kami diajak untuk melukis/menggambar di dunia virtual dengan menggunakan “TiltBrush“. Komponen joystick kiri digunakan untuk memilih bentuk ujung kuas, memilih warna, memilih jenis cat, dan masih banyak lagi. Sementara itu joystick kanan digunakan untuk menggoreskan kuas secara bebas ke dunia vitual. Menariknya, pengguna dapat memilih kondisi lingkungan apa yang ingin dilukis seperti salah satunya yang kami coba yaitu galaksi.
Demo ketiga atau terakhir untuk HTC Vive menjadi bagian paling menarik. Bagaimana tidak?! Kami diajak masuk ke dunia game favorit kami, Portal 2. Demo bernama “Aperture Labs” tersebut mengajak kami menjadi teknisi perbaikan robot. Pada saat demo dimulai kami berada pada sebuah ruangan bengkel. Kami dituntun untuk beriteraksi dengan sejumlah objek di dalam bengkel seperti laci tempat peralatan perbaikan dletakkan, benda-benda di atas meja, dan sebagainya. Selanjutnya kami pun diminta untuk menarik tuas untuk membuka pintu dan secara mengejutkan robot bernama “Atlas” mencoba masuk untuk diperbaiki. Atlas pun ditempatkan pada sebuah crane dan kami pun diminta menarik sebuah tuas pada tubuhnya sehingga komponen di dalamnya dapat ditarik keluar untuk di analisa. Sayang sekali pada saat sedang melakukan analisa kerusakan, komponen yang sebelumnya melayang di udara tersebut akhirnya jatuh secara tiba-tiba ke lantai yang membuat Atlas tidak dapat diperbaiki. Poor Atlas! Dan tentu saja bertatap muka secara langsung dengan GLaDOS dalam jarak berdekatan, bahkan kami hampir menyentuhnya, menjadi pengalaman tidak terlupakan.
Selesai menikmati dunia virtual reality dengan HTC Vive yang sayangnya sangat kami sesali mengapa harus berakhir, kami pun mencoba demo berikutnya dengan menggunakan Oculus Rift CB1. Perangkat virtual reality dari Oculus ini tampaknya telah masuk tahap penyempurnaan dan akan segera hadir di pasaran pada kuartal pertama tahun 2016. Berbeda dengan HTC Vive, Oculus Rift CB1 telah dilengkapi perangkat speaker sehingga tidak diperlukan headphone tambahan. Oculus Rift CB1 akan dijual bersama kontroler XBOX One.
Pada demo ini kami mencoba memainkan sejumlah game dengan menggunakan kontroler XBOX One dan pernagkat Oculus Rift CB1 bertindak sebagai layar permainan. Terdapat tiga game yang kami mainkan yaitu EVE: Valkyrie, Luky’s Tale, dan AirMech VR. Pada game EVE: Valkyrie kami diposisikan sebagai pilot pesawat tempur luar angkasa dengan sudut pandang orang pertama. Cukup dengan menggerakkan kepala kami dapat melihat keadaan sekitar baik kondisi di dalam maupun diluar pesawat.
Lucky’s Tale, game tipe platformer dengan karakter seokar rubah tersebut tampil menawan saat kami mencobanya dengan Oculus Rift CB1. Sambil menggerakkan karakter tersebut, kami dapat menggerakkan kepala untuk melihat seluruh pemandangan yang tersaji pada level petualangan tersebut. Kami dapat mendekatkan kepala kami ke setiap objek sehingga dapat dilihat dengan lebih jelas dan mendetail, kami dapat melihat tebing dan jurang yang berada di sekitar karakter, dan masih banyak lagi. Sementara itu AirMech VR mengajak kami untuk mengendalikan sebuah kendaraan tempur futuristik yang dapat berubah-ubah dari mode pesawat, helikopter, tank, bahkan robot.
Bermain game dengan perangkat virtual reality tampaknya akan menjadi masa depan yang paling dekat bagi dunia gaming. Semoga saja perangkat pendukung untuk menikmati dunia virtual reality akan semakin terjangkau seiring waktu diluncurkan di pasaran sehingga dapat dinikmati oleh semua kalangan.